Akhirnya, saya berhasil menamatkan buku ketiga saya di bulan Agustus kemarin sore. Berhubung saya memang lagi kepingin banget baca buku contemporary, buku Once Upon A Star karya Arleen A. ini kebetulan sampai di rumah saya pada waktu yang tepat. Untuk ukuran plot yang bisa dibilang padat, buku ini bisa dibilang tidak terlalu tebal alias pacenya memang cepat banget.
Once Upon A Star bercerita tentang dua orang remaja bernama Milton dan Andrea yang tinggal di California. Keduanya sama-sama gak memiliki orang tua, tapi bedanya, Andrea tinggal di panti asuhan sedangkan Milton diasuh oleh walinya dengan harta yang gak habis-habis. Cerita pun dimulai saat sekolah Milton melakukan kunjungan ke panti asuhan tempat Andrea tinggal. Mereka pun bertemu, dan ketertarikan Milton pun langsung muncul. Untungnya tidak lama setelah itu, mereka masuk ke satu sekolah yang sama. Namun setelah Milton dan Andrea mulai dekat, rahasia yang selama ini dipendam kedua keluarga malah terbongkar.
Menurut saya, buku ini memang betul-betul pasarnya untuk remaja karena vibes remajanya terasa banget. Ide ceritanya pun sebenarnya menarik, apalagi di awal dan tengah-tengah cerita, ada sentuhan fantasi yang bikin penasaran. Sayangnya, eksekusi ceritanya terlalu terburu-buru menurut saya. Seperti yang tadi saya bilang, untuk plot cerita yang cukup padat, buku ini tergolong tidak tebal. Padahal, beberapa latar tempat yang diambil di buku ini punya potensi besar untuk dikembangkan, tapi saya nyaris gak menemukan detail apa-apa tentang settingnya. Misal: bagaimana suasana dan deskripsi kerajaan Chitrasca bisa lebih dijabarkan. Setting California pun masih terasa ‘asal tempel’ karena saya bahkan gak tahu kalau buku ini mengambil tempat di sana sampai bab ke-sekian.
Tapi, saya betulan suka penjelasan Rodra soal dimensi dua dunia yang dipakai di buku ini. Ilustrasinya pun menarik banget, dan ide untuk menggunakan portal memang cukup keren. Saya sebetulnya berharap para ilmuwan yang meneliti portal bisa menjelaskan lebih lanjut soal ini. Pasti keren banget kalau unsur sciencenya dikembangkan lebih jauh lagi.
Karakter-karakter di buku ini pun gak terlalu banyak, jadi mudah membedakan setiap tokohnya. Tapi kalau ngomongin romance di antara tokoh-tokohnya, mereka jelas-jelas insta-love banget. Dan saya sendiri sejujurnya agak kurang suka dengan karakter Milton di awal-awal karena cara dia mengejar Andrea menurut saya terlalu over dan sedikit creepy. Saya ngerti sih mereka masih remaja. Pertama kali jatuh cinta pasti rasanya wow banget. Tapi alangkah baiknya kalau di antara scene-scene romantis, diselipkan kejadian lain di luar kasus percintaan.
Untungnya, pace novel ini cepat. Meskipun di awal-awal cerita ini berpusat di sekitar kisah cinta Milton dan Andrea saja, pembaca gak akan terlalu lama terfokus ke sana karena alurnya tetap bergerak maju terus. Bahasanya, meski mirip bahasa terjemahan, terasa mengalir banget. Betul-betul nyaris gak ada salah ketik, meski ada beberapa kata yang menurut saya penempatannya kurang pas.
Overall, buku ini memang gak sebegitu cocok sama saya, tapi bagi teman-teman yang suka teenlit dan fantasi, buku ini boleh banget dicoba. Terakhir, saya mau berterima kasih kepada penulis untuk kesempatannya membaca dan mereview buku ini.
Actual rating: 2.5★
0 Comments