Taruhan Saya Saat Membaca Love, Hate & Hocus-Pocus Karya Karla M. Nashar

Karena lagi mood baca sesuatu yang ringan dan fun, saya memutuskan untuk membaca salah satu buku metropop yang tersedia di Gramedia Digital. Pilihan saya pun jatuh pada Love, Hate & Hocus-Pocus karya Karla M. Nashar ini. Saya berhasil menamatkan buku ini kurang dari tiga hari. Selain karena cukup tipis, buku ini memang benar-benar ringan dan mengalir banget.


Love, Hate & Hocus-Pocus bercerita tentang dua orang manajer sebuah perusahaan farmasi bernama BHI yang jauh dari kata akur. Gadis Parasayu ini orangnya nasionalis banget. Ia paling anti sama sesuatu yang terlalu bau kebarat-baratan dan selalu mendukung brand lokal. Sedangkan Troy Mardian, yang memang lama besar di Amerika, sudah seperti bule wannabe. Selain sering gonta-ganti lensa kontak berwarna, Troy ini selalu mengenakan barang-barang dari designer terkenal luar negeri dan kalau ngomong pun hampir selalu pakai bahasa Inggris.

Keduanya pun terpaksa bekerja sama dalam proses peluncuran produk baru BHI yang konon katanya dapat menyembuhkan penyakit demam berdarah. Tapi, belum sempat obat itu resmi diluncurkan, sudah terjatuh korban yang membuat para petinggi BHI kalang kabut. Hubungan Troy dan Gadis yang sudah kacau makin kacau saja saat hal-hal berbau hocus-pocus yang sangat mereka tidak percayai itu malah menjungkirbalikan kenyataan sebenarnya.

Oke, selama baca buku ini, saya iseng banget. Tadi, saya sudah sempat menyinggung kalau tokoh utama buku ini, Troy, hampir selalu bicara pakai bahasa Inggris, kan? Nah, saking seringnya si Troy ngomong kayak bule, saya buat taruhan sama diri sendiri: kira-kira Troy ini bakal ngomong bahasa Indonesia berapa kali? Dugaan saya sih kurang dari 100 kali, karena toh dia baru pertama kali kedapatan ngomong pakai bahasa Indonesia di halaman 56. Dan ternyata hasilnya adalah...

Saya salah, hahaha!

Di buku dengan ketebalan sekitar 260 halaman ini, jumlah Troy ngomong pakai bahasa Indonesia ternyata melebih perkiraan saya, yaitu sekitar 155 kali (kalau saya salah hitung maklumkan ya. Agak jlimet juga saya ngitungin percakapan si Troy satu-satu). Bukan, saya seniat ini menghitung sendiri bukan karena saya sebegitu tertariknya untuk bergabung jadi groupienya si Troy. Menurut saya, buku ini memang cukup menyenangkan untuk dibaca. Walaupun saya gak yang dibuat ngakak banget, saya cukup merasa terhibur. Tapi memang sayangnya, karakter-karakter di buku ini gak ada yang betul-betul saya suka. Kalau yang saya salut, jelas ada. Siapa lagi kalau bukan si Troy? Serius deh, saya salut banget si Troy bisa sekonsisten ini untuk mempertahakan kenecisannya (dan juga gelarnya sebagai The Most Eligible Bachelor di Indonesia).

Kalau soal jalan cerita sih, saya gak mau komen banyak. Menurut saya, buku ini tipe yang cocok untuk senang-senang aja. Tapi saya sempat berpikir, alangkah kerennya kalau cerita ini difokuskan ke salah satu aspek pentingnya aja, misalkan:

1. Buku ini lebih difokuskan ke cerita Troy dan Gadis mengungkap siapa dalang yang menyebabkan terkontaminasinya obat BHI. Pasti seru banget kalau adegan mereka kerja sama untuk menangkap penjahat diperbanyak. Dengan trope enemies-to-lovers, menurut saya ini bakal jadi menarik banget.

ATAU

2. Buku ini lebih difokuskan ke hocus-pocusnya itu sendiri. Sangat disayangkan karena bagian ini kurang dijabarkan. Padahal kalau kita disuguhkan cerita lebih mendalam soal ini dan development yang lebih jelas untuk karakter Troy dan Gadis, pasti bakal gereget banget.

Tapi karena kedua unsur tersebut digabung di dalam buku yang tergolong agak tipis, pacenya jadi terasa terlalu cepat. Saya kurang bisa ngerasain chemistry antara Troy dan Gadis, padahal sebetulnya trope enemies-to-lovers ini salah satu trope favorit saya. Sikap mereka juga sebetulnya gak profesional banget, tapi karena justru di sana hiburannya, saya gak terlalu mempermasalahkan. Dan ngomong-ngomong, saya rasa ada beberapa grammar di kalimat Troy yang masih salah (tapi gak mengganggu sih, jadi it's okay).

Kalau ada orang yang merasa tergganggu dengan pengulangan kalimat di beberapa bagian, saya sendiri sih gak masalah. Menurut saya, hal ini justru jadi ciri khas tersendiri dari buku ini. Dan saya suka banget endingnya karena jujur, memang gak tertebak banget.


Overall, buku ini memang bukan favorit saya, tapi jelas cukup menyenangkan untuk dibaca (atau mungkin saya yang terlalu ketelatan banget kali ya bacanya). Coba kalau pas SMA sudah baca, mungkin saya bisa lebih suka. Tapi okelah, walaupun saya ada merasa kurang srek di beberapa bagian, buku ini cocok untuk killing time karena memang cukup fun. Tapi saya belum punya rencana untuk baca buku keduanya sih. Mungkin lain kali, kali ya.

Actual rating: 2.7★

Post a Comment

0 Comments