Sebagai seorang penikmat novel secara umum, kemampuan untuk melahap sekaligus menikmati buku non-fiksi adalah suatu kelangkaan yang selalu saya dambakan. Bisa dibilang, saya sih sudah bukan jarang lagi, tapi lebih tepatnya saya nyaris tidak pernah berhasil menyelesaikan buku dengan genre tersebut. Satu-satunya buku non-fiksi yang juga merupakan favorit saya adalah sebuah travelogue karya Windy Ariestanty berjudul Life Traveler yang baru saja selesai saya ulang pagi kemarin.
Life Traveler, seperti sebuah buku perjalanan pada umumnya, menceritakan kisah perjalanan penulis berikut tips-tips yang sekiranya akan berguna untuk dijadikan referensi saat pembaca berniat untuk melakukan perjalanan dengan destinasi yang sama. Bercerita tentang perjalanannya menyusuri Indochina, sepenggal kisah di Cherokee, hingga beberapa negara di benua Eropa, buku ini berhasil menyisipkan interaksi penulis dengan orang-orang sekitarnya hingga menghasilkan sebuah kisah yang indah dalam kesederhanaannya.
Saya memang belum banyak membaca travelogue, tapi setelah diingatkan lagi betapa saya sangat menikmati buku sejenis ini, tentu gak aneh kalau tiba-tiba saya kepingin melebarkan pilihan buku saya mencakup hal-hal yang berbau perjalanan. Cara penulis menuturkan setiap kisah terasa dekat bukan karena terjadi hal-hal di luar nalar atau groundbreaking selama perjalanan itu berlangsung. Saya justru terpikat oleh kejadian-kejadian kecil yang mudah luput kalau saja penulis bukanlah seorang pengamat yang luar biasa. Menurut saya, buku ini menjadi menarik karena kisah perjalanan yang ada berhasil diramu dengan sangat memikat dengan menggubah pengalaman yang biasa menjadi bernilai.
Saya berkali-kali dibuat terpukau dengan kemampuan penulis menyambungkan suatu kejadian dengan kisah lain yang hampir serupa diikuti dengan nilai kehidupan yang menurut saya cukup dalam. Dengan menyinggung tema tentang pencarian jalan pulang, percakapan tak terencana dengan orang asing, dan pengalaman-pengalaman berbeda di kota yang juga berbeda, saya merasa judul yang disematkan untuk buku ini sangat tepat. Life Traveler gak hanya melulu soal jalan-jalan, tapi juga tentang menjelajahi hidup itu sendiri.
Buku ini berhasil membuat saya ingin melakukan perjalanan dan mengambil jeda singkat di antaranya hanya untuk mengamati dan mencari. Di luar itu, saya juga mendapat kesan kalau Windy Ariestanty adalah seseorang yang sangat menyenangkan untuk dijadikan teman akrab. Selain ada beberapa kesalahan letak halaman pada buku yang saya miliki (beberapa lembar di sekitar halaman 290 terletak sebelum halaman 285), gak ada hal apapun yang mengganggu perjalanan saya sepanjang menikmati buku ini. Terakhir, saya sangat merekomendasikan Life Traveler untuk teman-teman sekalian yang menganggap cerita soal jalan pulang di negara-negara berbeda memiliki daya tarik sendiri.
Actual rating: 4.6★
0 Comments