Akhir-akhir ini, saya butuh waktu minimal satu minggu untuk menamatkan satu buah buku. Apa boleh buat, kesibukan sehari-hari ternyata berpengaruh cukup besar terhadap mood membaca saya. Namun minggu ini, saya berhasil menyelesaikan Surat untuk Hera karya Lexie Xu dan Erlin Cahyadi dalam kurun waktu kurang dari tiga hari. Selain karena memang seru, saya ternyata kangen juga membaca buku-buku fiksi lokal.
Surat untuk Hera bercerita tentang Hera yang sekarang tinggal di rumah Safira, sepupunya, sepeninggalan kedua orang tuanya. Namun selang berapa lama, Hera terpaksa menyaksikan Safira bunuh diri dengan melompat dari jembatan sembari menuduh bahwa semua ini adalah kesalahannya. Untuk melupakan rasa sedih, Hera pun memutuskan untuk pindah ke Jakarta dan melanjutkan sekolah di sana.
Semuanya tampak berjalan dengan baik hingga suatu hari Hera mendapat SMS dengan tautan aplikasi bernama JanganDiklik. Sejak saat itu, kejadian-kejadian aneh mulai bermunculan seiring dengan usaha arwah Safira untuk membunuh Hera dan menyakiti orang-orang di sekitarnya. Banyak usaha sudah Hera coba untuk memperbaiki keadaan, tapi seisi sekolah seperti tidak percaya dan berbalik menyalahkannya. Kecuali Max, si berandal sekolah yang suka membully orang dan bersikap anarkis itu.
Jujur, saya awalnya agak kaget dengan pace cerita ini yang tergolong cepat. Di beberapa halaman awal, pembaca langsung disuguhkan beragam konflik yang menurut saya cukup bikin merinding. Tapi justru karena itulah saya gak bisa berhenti baca karena betul-betul dibuat penasaran.
Misteri di buku ini menurut saya seru banget untuk disingkap. Hera sebagai tokoh utama pun menarik karena selain baik, dia juga berani. Saya suka banget sama pertemannya dengan Deven dan berantem-berantemnya dia dengan Max (walaupun sejujurnya saya berharap bisa tahu lebih jauh soal background story Max yang bikin dia suka bully orang). Di samping itu, penggambaran tokoh Safira yang awalnya bikin saya merinding pun malah jadi salah satu aspek yang bikin penuturan cerita ini makin seru. Saya suka banget cara penulis membangun misteri di seputar karakteristik tokoh Safira, yang kemudian disingkap pelan-pelan sepanjang cerita.
Meski hanya beberapa kali lewat, beberapa tokoh pendukung punya peran yang cukup kuat di sini. Menurut saya, beberapa bahkan punya potensi untuk dikembangkan lebih jauh di buku-buku selanjutnya. Dengan vibes remaja yang kental terasa, Surat untuk Hera menyuguhkan kisah yang penuh kejutan dan misteri. Dan ending buku ini pun bagi saya cukup gak tertebak tapi somehow pas banget. Rasanya, hampir semua karakter di buku ini get the closure they deserve dan jujur aja, saya betulan ikut sedih di bab-bab terakhir.
Overall, Surat untuk Hera menurut saya jelas bacaan yang seru. Di sepanjang cerita, saya ikut deg-degan plus terkadang ngeri sendiri, jadi saya jelas akan merekomendasikan buku ini bagi teman-teman yang suka fiksi horror remaja atau memang fans berat karya-karya Lexie Xu. Last but not least, saya juga ingin beterima kasih kepada penulis dan penerbit untuk kesempatannya membaca dan mengulas buku ini. Saya suka.
Actual rating: 4★
0 Comments